Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Idaman Terima Kasih Kunjungan Anda

Rabu, 18 Mei 2011

Iberamsyah Barbary



Iberamsyah Barbary lahir di Kandangan – Kalsel, 02 Januari 1948. Pensiunan Pegawai BUMN ini aktif menulis dari tahun 1963 s/d 1972 dan kembali aktif menulis lagi 2008 sampai dengan sekarang. Dalam data-data Kesenian Daerah Kalsel proyek Pusat Pengembangan Kesenian Kalsel Depdikbud 1975/1976 dia dimasukkan dalam priodesasi kesastraan Kalsel angkatan 70. Pada masa tahun 70-an itu karya puisinya banyak diterbitkan Harian Lokal seperti Banjarmasin Post, Gawi Manuntung dan Dinamika Berita. Menjalani masa pensiun dia berdomisili di Komp Perumahan Banjarbaru Permai Jl. Padang no 67 Banjarbaru – Kalsel ,70712, telp. 0511-4782040 dan hp 081381667070


CERITA TENTANG SUNYI

Ketika ijab kabul merobah arah jarum jam
Detak dan waktu berhenti dan berdenyut, lalu sunyi.
Menepi dalam sudut hati yang tidak aku mengerti.
Mengapa terjadi pagi-pagi ini,kuncup belum sempat merekah menebar pesona kumbang
Aku hanya tahu ada sunyi, bergelayut pada lampu teplok yang tambah temeram.
Tidak ada lagi pembelajaran juz’amma disetiap muara malam yang selalu menyentuh manjanya hati ini.
Aku tadarus sendiri dengan lagu-lagu yang belum dimengerti
Untuk bermimpi indah kubuai malam dengan taburan bintang-bintang cemerlang
Untuk sedikit harapan ‘ku genggam kerlip kunang-kunang malam, walau sekerdip pandang kulantangkan syair-syair suci agar membara.
Gigil dan gemeretak malam menggores dalam-dalam menggurat lukisan malam yang sunyi.
Kutuangkan semua warna sedu sedan ini
Untuk memperoleh arti, sunyi yang hakiki.

Banjarbaru, Maret 2009



Daeng JK

Sang pujangga penyemai damai anak negeri
Yang terjaga, ketika lelap digamit mimpi yang berkeringat
Malam larut dalam gerah, ditelan bulan merah saga
Menebar makhluk-makhluk yang merasa cinta tak bersambut
Sepanjang tahun, sabar sudah tidak berbunga melahirkan buah
Berkepanjangan hujan panas memetiki harap
Sudah terkapar ditengah gusar
Gerhanalah cinta, didada ibu yang mengalir air kasih
Anak negeri bertengkar?
Selendang sutra nusantara robek, tangis menyala

Yang terjaga, ketika banyak telunjuk mengacung,
mencari muka yang tersembunyi dalam tengadah
Dia kembangkan layar, seimbangkan cadik
Menghentak laut, menghardik angin panas yang merobek
Tegar mengurai buhul kusut sudah terjerat mati
Menghampar salam silaturrahim, menebar beras kuning
Menapung tawari adat yang terlangkahi

Yang terjaga, mendayung dua tiga pulau terlupakan
Menghimpun takwil mimpi yang berserakan
Menggapai yang hanyut diarus deras, menikam tebing
Menawar yang demam didera bakteri yang kesumat,
menusuk sendi
(dibiarkan, melumat pulau-pulau, menghirup lautan, burung-burung galau meratapi ikan terkapar tertusuk karang)

Dia genggam bara dipulau,
pada tangan-tangan menyala
Memecut awan menabur hujan, menyemai damai
Sang pujangga lugas, tegas melantunkan kidung para empu-empu penempa martabat;
“Kita penentu mimpi, diatas segala bara yang menyala dan debur gelombang yang bertubi”
Lebih cepat bertambat jabat lebih baik, segera berlabuh merapat didermaga
Birahi menunggu muatan
Didada ibu mengalir air kasih sepanjang cinta bertaut


Depok, Mei 2011


PERSALINAN HIDUP

“untuk cucuku yang baru mengintip dunia:
Muhammad Farras Ardani”

Sembilan bulan sembilan hari, segumpal darah berbung-kus bulan dan matahari
Memindai alam sang pencipta, menata jiwa membentuk raga
Mengurai sabda dilembaran hitam putih
Yang diserah terimakan dibalik pintu rahasia

Pelajaran pertama;
Mengintip kasih dijendela ibu, ai…. rama-rama kecil bercanda
Rintih diam dalam tulus, senyum meluncur lepas
Menyambut lengking seruling memecah hening
Nahoda baru telah berlabuh, merapat diteluk semenan-jung rindu
Bisik azan menyentil ditelinga kanan;
“kenal Tuhanmu dalam sholat, rebut kemenangan, hai sang juara”
Terhampar rizki dan martabat seluas laut lepas
Siapa cerdas bersyukur, terampil bersiasat,
dia dapat anugerah tanpa syarat

Pelajaran kedua;
Satu dua tetes puting kasih mengaliri kepundan jiwa
Mengeja satu dua kata, sungging senyum sambung rasa
Melangkah satu dua bata, menyerap pasti segala yang bergoyang
Membaca alur angin bertiup, menatap nyala bintang dimata ibu
Kemana haluan berkiblat

Pelajaran ketiga ;
Aku kapal, adalah wadah mengapung diri
Meniti samudera, di mana raga masih tergadai
Aku nahoda, sahabat bintang-bintang, yang membisikkan arah mata angin, kemana jiwa mengejar
Kalau begitu, kau dan aku adalah ;
“Rumpun angin dan gulungan gelombang, yang berlabuh dan merapat dalam putaran waktu”
Agar pulau-pulau damai dalam takdir, aku dan kau satu tujuan



Depok. RS. Hermina Mei 2011


CUCUKU PEREMPUAN
“buat : Faza, Yuna, Tata dan Yasmin”

Kalau engkau wanita, berdirilah tegak setegar, Kartini
Buka jendela hati, harum melati spirit pagimu
Menguak takdir, bisa berlari lebih dari lelaki
Tangkap kesempatan, senyum ibu
Warnamu

Kalau engkau wanita, memandanglah tajam, Malahayati
Gelombang lautmu tak berkedip dihati luas lepas
Gelora tak terusik, dalam deru siang dan malam
Dermaga kasih pelukan ibu, harapan negeri
Senyum laksamana, damai merapat dihati

Kalau engkau wanita, berdirilah lantang, haram menyerah
Ratu Jaleha pembela negeri yang direndahkan
Keris ditangan, bukan hanya tanda lelaki
Dihatimu waja sampai keputing, harga diri
Wanita tahu adat pembela martabat
Kata Ratu, amanat Ibu

Kalau engkau wanita, sudah menjadi para istri
Siti Khadijah kandil gemerlap digurun jahiliyah
Nyala wanita pendamping nabi :
Tak kunjung padam dalam setia, sumber motivasi
Tak kunjung redup dalam cinta, berbuah iman
Tak habis sayang menopang revolusi, menebar salam
Pelukan ibu, sorga dalam desah nafasmu

Depok, Mei 2011


PERNAH SAYANG

Bila engkau pernah sayang
Sanjungan yang pernah dilepas, jangan dibuang
Titipkan sama burung yang selalu terbang
Bermadah kicau, alam menyambut sayang

Bila engkau pernah sayang
Jangan cinta dipatah, hati dengan benci
Sengsara jiwa, buah tak jadi

Cinta dipatah, retaklah cermin
Cemberut muka tampak jiwa menyesal nasib
Bila sayang ditanam, pasti kasih bersambut
Daun yang layu berputik rindu
Insya Allah, benci membawa hikmah.

Depok, Mei 2011

Tidak ada komentar: